September 19, 2008
Buah Pahit Tayangan Televisi
Bagi sebagian orang, televisi merupakan media hiburan paling mengasyikan sehingga mereka rela menghabiskan waktu berjam–jam di depan layar televisi. Tetapi bagi sebagian yang lain, televisi mungkin laksana ‘candu’ yang membius penontonnya sehingga lupa waktu dan menelantarkan aktivitas yang lain.
Perkembangan dunia pertelevisian saat ini terbilang sangat cepat bahkan semakin kokoh untuk bersaing dengan media cetak. Ketika media cetak berusaha keras memperbesar pangsa pasar mereka, penonton televisi justru tumbuh subur dengan angka fantastik dari waktu ke waktu.
Tentu tak menjadi masalah apabila televisi memposisikan dirinya sebagai media edukasi (pembelajaran) anak dan pemuda sebagai generasi penerus bangsa. Akan tetapi, sungguh ironis, kenyataaanya televisi justru mendegradasi moral generasi muda dengan tayangan yang tidak mendidik. Padahal, pasal 4 UU Penyiaran (UU No. 32 tahun 2002) menyebutkan, seharusnya penyiaran merupakan kegiatan komunikasi massa yang mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial.
Sungguh meresahkan kehidupan bangsa manakala tayangan yang kurang mendidik justru semakin banyak ditemui. Pada tanggal 10 April 2008 yang lalu saja, KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) sebagai institusi yang memberi ijin siar mengeluarkan imbauan bagi beberapa stasiun televisi untuk menghentikan beberapa tayangan iklan dan program yang melanggar UU No. 32 tahun 2002 karena dianggap merendahkan martabat manusia dan nilai – nilai agama serta mempertontonkan adegan seronok (porno). Lebih dari itu, bahkan dengan mudah kita menjumpai adegan kekerasan di layar televisi.
Tentu kita tak habis pikir mengapa tayangan yang notabene memberi dampak negatif dan nyata – nyata telah melanggar peraturan perundang - undangan masih dapat lolos tayang. Jika hal ini semakin sering terjadi, patutlah jika kita mempertanyakan kinerja Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang sedianya mengontrol dan mengawasi tayangan televisi. Seharusnya tidak hanya film yang dikoreksi ketat oleh lembaga sensor. Akan tetapi program televisi dan iklan juga harus diperlakukan sama sebelum menjadi konsumsi publik di televisi.
Kini, untukmeminimalkan kerusakan generasi muda tak cukup hanya dengan mengklasifikasikan acara berdasarkan kategori penonton yaitu SU (Semua Umur), D (Dewasa), R (Remaja), BO (Bimbingan Orangtua), dll. Akan tetapi, sinergitas, ketegasan KPI dan lembaga sensor merupakan kunci untuk menyelamatkan generasi bangsa dengan menegakkan peraturan yang ada.
Setiap stasiun televisi ‘nakal’ wajib diluruskan agar tidak merugikan masyarakat. Minimalnya perlindungan terhadap moral anak – anak dan generasi muda harus diperjuangkan. Bukankah Peraturan KPI No. 03 Tahun 2007 tentang Standar Program Siaran mengamanatkan hal tersebut?
Adegan kekerasan, supranatural (dunia ghaib), dan tayangan berbau porno sebenarnya telah diatur penayangannya pada peraturan KPI No. 03 Tahun 2007 bahwa ketiga tayangan tersebut diijinkan tayang hanya pada pukul 22.00 s.d 03.00 (dini hari). Akan tetapi, manisnya peraturan tak semanis implementasinya di lapangan sehingga masih sering kita menjumpai pelanggaran di lapangan.
Masyarakat dan kaum intelektual (akademisi) mempunyai tanggungjawab moral untuk ikut serta bersama KPI mengontrol tayangan televisi yang berefek negatif bagi kehidupan bangsa. Televisi sebagai media informasi dan hiburan seharusnya menjadi sarana mendidik dan membentuk moral generasi muda, membentuk karakter bangsa serta memperkuat persatuan seluruh elemen bangsa, bukan malah sebaliknya.
RASIMIN
Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar