Januari 08, 2009

Dr. Ir. Supriyadi, M.Sc; Mencoba Dekat Dengan Mahasiswa

Sejenak beliau teringat akan pesan Prof. Kamaryani bahwa janganlah sekali-kali melupakan kewajiban. Seandainya hanya ada waktu satu jam dalam satu minggu untuk mahasiswa, maka tepatilah itu.

Mungkin itulah yang membuat Bapak dengan nama lengkap Dr. Ir. Supriyadi, M.Sc. ini mendapat amanah untuk menjadi Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni dalam jajaran dekanat FTP yang baru. Sosoknya yang gaul dan ramah membuat kru TP NEWS yang bertandang keruangannya, di lantai 2 gedung baru, merasa tak sungkan. Tak lama beliau pun berbagi cerita kepada Kami tentang masa ketika beliau baru menjadi dosen di FTP.

Selayaknya mahasiswa ideal, beliau juga mendapat pengalaman dari organisasi yang digelutinya tahun 80-81-an. “Disitu saya mengurusi padi yang hampir punah dan monovarietas tunggal bersama Pak Budiyanto. Dan sempat beternak kelinci pula,” ungkapnya sembari tersenyum simpul. Kecintaannya pada lingkungan membuat Bapak yang akrab disapa Pak Pri ini, kurang menyukai organisasi yang bersifat politis.

Masuk UGM di tahun 1979 adalah suatu pilihan bagi dosen yang mengajar Satop 3 ini. Karena pada saat itu, sederet perguruan tinggi sekelas UNS, IKIP dan UGM siap diabdi oleh beliau. Namun tak disangkalnya bahwa UGM memiliki misi institusi lebih jelas, artinya berada di universitas yang sifatnya umum lebih baik ketimbang berada di institut dalam satu bidang. Pandangan akan prospek pertanian kedepan bakal lebih cerah menjadi pertimbangan pasti. “Tentu jika ingin masuk industri pangan harus lewat jurusan pengolahan pangan,” beliau pun menambahi.

Karirnya di sebuah industri teh PT. Pagilara tidak bertahan lama. Sebenarnya beliau menyukai lingkungan disana yang hijau, serta udara sejuk perkebunan teh, namun karena kesenjangan sosial yang begitu besar antara buruh dan pegawai, seperti masalah gaji, kebutuhan sehari-hari dan tunjangan anak yang tak dihitung, maka beliau memutuskan untuk keluar dari PT. Pagilara. Sempat juga, ketika sedang menunggu SK, beliau membantu menyiapkan akreditasi di Institut Pertanian Wangsamandala di Bantul selama satu tahun.

Tak ayal, pria yang selalu terlihat mengenakan jeans biru ini, akhirnya kepincut untuk menjadi dosen. Karena menurut beliau, kepincangan sosial tak akan ditemui dalam ranah pendidikan, apalagi di UGM. Selama di TP beliau sempat menjabat sebagai Ketua Lab. Rekayasa dan Bendahara jurusan KMTPHP pada masa kepemimpinan Pak Djagal. “Hal itulah yang mungkin mendasari Pak Djagal menunjuk saya di Wadek III,” telaah Pak Pri.

Tak banyak yang ditawarkan oleh Pak Wadek III selain empat point penting dalam kinerjanya, yakni:

1. Pelayanan prima mahasiswa untuk segala keperluan kemahasiswaan. Misalnya dalam meminta persetujuan dalam bentuk tanda tangan. Atau pempostingan informasi beasiswa. Tercatat untuk semester ini peserta beasiswa bantuan pendidikan sebanyak 60 orang, BOP sebanyak 116 orang dan beasiswa lainnya sebanyak 22 orang.

2. Memperbaiki database alumni serta menjalin ikatan alumni dengan akrab. Menurutnya jangan sampai kita hanya memanfaatkan alumni jika dalam keadaan terdesak saja.

3. Memberi kepastian kepada civitas akademika FTP. “Rencananya saya akan membuat tanda keberadaan di depan pintu masuk namun selama itu saya selalu pamit dengan sekretaris dekanat jika keluar ruangan,” aku beliau.

4. Menjalin kerjasama dengan stakeholder yang lain. Baik dibidang penelitian maupun yang lain. Artinya disini juga dalam rangka memenuhi program ISO bahwa mahasiswa merupakan stakeholder.

Dengan masih menatap notebook pribadinya, beliau pun melanjutkan, “Sepertinya memang ada pergeseran budaya di negeri ini khususnya mahasiswa. Dulu hubungan antar sesama mahasiswa kami begitu erat, bahkan kami mengenal angkatan yang jauh dengan angkatan kami. Saya melihat budaya antri saja masih menjadi permasalahan bangsa ini,” ucap Pak Pri. “Yah, baiknya jangan sampai BEM dan HMJ terkotak-kotak, semua harus bersatu membangun TP,” jawab beliau ketika ditanya seperti apa Lembaga Mahasiswa di TP sekarang.

Beliau menyadari bahwa memang belum mengenal sepenuhnya bagaimana kondisi lembaga mahasiswa di TP. Dan melalui posisi Wadek III, beliau akan mencoba mendekatkan diri dengan mahasiswa. “Saya sudah melakukan salah satu upaya kecil seperti check-check ruang-ruang lembaga,” katanya dengan semangat. Dan terakhir beliau berpesan bahwa mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa jangan eksklusif, coba untuk bersosialisasi dengan masyarakat, selain itu kepandaian dan percaya diri tinggi wajib dimiliki oleh mahasiswa, jangan sampai mahasiswa FTP UGM minder. (Septa)

MARYAMAH KARPOV

Novel Maryamah Karpov merupakan buku ke-4 dari Tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Buku ini merupakan adik angkatan Laskar Pelangi, Sang Pemimpi dan Edensor. Buku ini menceritakan usaha Ikal sebagai tokoh sentral di dalam Tetralogi Laskar Pelangi untuk menemukan belahan jiwanya, A Ling. Setelah melanglang buana ke sana ke mari tanpa pernah menemukan petunjuk keberadaan A Ling rupanya Ikal tak pernah putus asa, ia terus mencari dan mencari tambatan hatinya itu.

Di bagian awal buku diceritakan secara flashback kenangan masa kecil Ikal bersama keluarganya di Belitong. Sosok ayahnya yang pendiam tapi penuh kasih kepada keluarganya nampaknya memiliki porsi yang istimewa di buku ini. Sosok ayah ini pula yang menginspirasi Ikal untuk tidak menyerah pada nasib bahkan melecut semangatnya dalam mewujudkan mimpi-mimpi.

Kembali ke kampung halaman berarti berbaur dengan kultur nenek moyangnya. Serasa menemukan kembali mozaik-mozaik kenangan lama. Dengan gamblangnya bisa kita ketahui kebiasaan-kebiasaan orang Melayu Belitong, diantaranya adalah kebiasaan membual dan melebih-lebihkan cerita. Juga kebiasaan menyematkan nama baru di belakang nama asli, semata-mata untuk mengolok-olok bahkan merendahkan martabat yang empunya nama. Coba simak nama-nama unik berikut: Mahmuddin Berita Buruk, mendapatkan nama belakang seperti itu lantaran pekerjaannya sebagai tukang menyiarkan berita kematian lewat toa. Atau Marhaban Hormat Grak karena kebiasaannya menjadi komandan pasukan baris-berbaris di acara tujuh belasan, serta lebih banyak lagi nama-nama kocak lainnya lengkap dengan latar belakang diperolehnya nama tersebut. Tampaknya Andrea Hirata berhasil mengekspos sisi ini menjadi sebuah guyonan yang membikin pembaca tergelak.

Yang paling mengesankan adalah pertemuan kembali dengan teman-teman lamanya yang tergabung dalam Laskar Pelangi. Mereka kini telah tumbuh dewasa dan masing-masing telah menemukan hidupnya. Sebuah ironi kembali dirasakan Ikal. Para sahabat Laskar Pelangi ini tak pernah pergi ke mana-mana, namun mereka telah menemukan hidup bahkan cinta sekaligus, sementara Ikal yang telah mencapai sudut-sudut dunia merasa tak menemukan apa-apa, tak juga cintanya. Setelah belasan tahun berlalu, persahabatan mereka tetap abadi bahkan dalam setiap kesulitan yang dihadapi Ikal, sahabat-sahabatnyalah yang jadi baris terdepan.

Novel ini rupanya ingin menggaris bawahi sebuah pesan, janganlah engkau takut bermimpi. Tiada sesuatu hal yang mustahil dilakukan asal dilakukan dengan tekad baja dan semangat pantang menyerah, karena bukankah Tuhan selalu beserta para pemberani?

Kata demi kata mengalir bak sihir seperti melarang kita untuk menutup buku, menyudahi membaca sebelum mencapai kata akhir. Inilah kepiawaian Andrea dalam memilih kata-kata yang telah teruji di 3 buku sebelumnya.

Tentu saja tiada yang sempurna di dunia, seperti juga dengan buku Maryamah Karpov ini. Ada beberapa hal yang mengganjal setelah selesai membaca. Tidak ditemukannya kaitan langsung antara judul dan bangunan cerita secara keseluruhan. Maryamah Karpov digambarkan sebagai seorang perempuan yang biasa dipanggil mak cik, mendapat tambahan nama belakang karena sering terlihat di perkumpulan jago-jago catur di warung kopi Usah Kau Kenang Lagi dan mengajari orang langkah-langkah ala Karpov. Nama ini terkesan tempelan saja, artinya tanpa tokoh ini pun tak akan mengubah jalan cerita. Terhitung tidak lebih hanya 3 kali saja nama perempuan ini disebut. Mungkin Andrea Hirata memiliki alasan tersendiri memilih judul itu. Sepertinya judul Mimpi-mimpi Lintang mungkin lebih sesuai.

Terlepas dari adanya kekurangan di atas, buku ini pastilah mempunyai banyak keistimewaan dan memang layak menjadi bacaan wajib terutama bagi teman-teman yang sudah membaca 3 buku sebelumnya sekaligus untuk menjawab pertanyaan berikut: Mampukah Ikal menemukan A Ling? Dan bagaimanakah akhir kisah cinta dua anak manusia ini, bisakah mereka bersatu dalam maghligai rumah tangga? Jawabannya bisa didapatkan

setelah membaca buku setebal 504 halaman ini. Selamat membaca! (Nabilah_Amalia)

TRY OUT UM UGM 2009

Ada apa sich dengan TIP angkatan 2008? Saat ini mereka sedang sibuk sekali. Apakah masih ada tugas dan laporan yang belum dikumpulkan? Sepertinya tidak. Mereka sedang mengerjakan sebuah proyek besar bagi Himatipa, yakni Try Out UM UGM 2009. Rencananya, acara ini akan diselenggarakan pada tanggal 8 Februari 2009 bertempat di Gedung AA YKPN dan bekerjasama dengan lembaga bimbingan belajar Ganesha Operation.

Acara Try Out yang bertemakan “Goal UM Go UGM” ini mempunyai target 1000 peserta, yang sebagian besar pelajar kelas XII SMA di kota Yogyakarta dan SMA negeri terkemuka di beberapa daerah. Semua lembar soal dan LJK disediakan oleh Ganesha Operation. Fasilitas lain yang disediakan antara lain pembahasan soal dan juga hasil Try Out yang bisa langsung dilihat setelah pembahasan. Selain itu, panitia juga menyediakan Pop mie, Tong Tji, dan beberapa doorprize untuk menarik minat para pelajar.

Ketika disinggung tentang lokasi acara yang bertempat di AA YKPN, Agra Zulfanuddin, selaku ketua panitia, menuturkan bahwa lokasi ini merupakan lokasi yang turun-temurun dilakukan oleh Himatipa. Akan tetapi, dia dan teman-teman mengaku pada awalnya ingin mengadakan acara di kampus TP ini. “Pada awalnya, kita ingin memakai gedung FTP ini, tetapi harga sewanya mahal sekali sehingga kami membatalkannya dan beralih pada AA YKPN,” keluhnya. Selain itu, dia menambahkan,” Sebelumnya, kita juga ke jurusan. Akan tetapi, dari sana tidak ada tindak lanjutnya dan kami rasa kok seperti dipersulit,” ujar lelaki dengan sapaan akrab Agra ini.

Terlepas dari itu semua, dia bersyukur persiapan acara sudah oke dan tinggal pelaksanaan di lapangan saja. Dia juga kaget karena modal awal mereka hanya berasal dari iuran angkatan saja. Mereka mencari tambahan dana dari penjualan gelang dan juga makanan. Tidak tanggung-tanggung mereka ikut mencari dana dengan melakukan aksi “ngamen” di sekitar kampus saat Sunday morning. “Ada 4 hal yang membuat kami dapat mempersiapkan acara ini dengan modal kosong, yaitu kerja keras, doa, keikhlasan, dan yang terakhir kekompakan,” ungkap pemuda yang lahir pada tanggal 23 Maret 1990 ini. Dia juga merasa kagum dengan teman-temannya yang sudah berjuang ekstra keras untuk mensukseskan acara ini. Dengan adanya acara ini, dia merasa kekompakan angkatan bisa diuji. Yah, TP News crew cuma bisa ndoain aja semoga acara kalian sukses n tetep semangat! (Dida)